Jumat, 04 November 2016

'Ouija: Origin of Evil': Permainan Mistik dengan Arwah


Jarang sekali ada sekuel dari sebuah film horor yang kualitasnya jauh lebih bagus daripada film pertama. Dirilis dua tahun lalu, 'Ouija' merupakan film horor tanggung yang kebetulan cukup sukses di pasaran. Film tersebut tentu saja langsung mendapatkan lampu hijau untuk dibuatkan kelanjutannya yang ternyata adalah sebuah prekuel. Mike Flanagan, dengan 'Ouija: Origin of Evil', membuktikan bahwa filmnya lebih dari sekedar proyek aji mumpung.



'Ouija: Origin of Evil' menceritakan tentang seorang ibu bernama Alice (Elizabeth Reaser, sederhana namun magnetik) yang terpaksa harus menjadi peramal untuk menafkahi kedua anaknya, Lina (Annalisse Basso) dan Doris (Lulu Wilson), sepeninggal suaminya. Alice berkali-kali meyakinkan kedua anaknya bahwa yang mereka lakukan bukanlah penipuan. Mereka memberikan harapan kepada orang-orang yang masih tenggelam dalam kegalauan.

Kemudian sang anak tertua, Lina, bermain Ouija bersama teman-temannya. Permainan yang memberikan premis bahwa mereka bisa berkomunikasi dengan arwah tersebut menurut Lina menarik untuk dijadikan atraksi Alice berikutnya. agar para pelanggan semakin puas. Alice tadinya skeptis, namun akhirnya menurut juga.

Alice pun membawa Ouija ke rumah dan merancangnya agar dia bisa memanipulasinya. Sampai akhirnya Doris bermain papan tersebut. Doris ternyata sanggup berkomunikasi dengan arwah dengan lebih canggih. Keanehan demi keanehan pun terjadi dalam diri Doris yang membuat Alice dan Lina terganggu. Investigasi terhadap keanehan Doris membawa mereka ke dalam sebuah rahasia mengenai rumah yang mereka tinggal saat ini. Namun, ketika mereka mengetahui sebuah rahasia tentang rumah itu, semuanya sudah terlambat.

Kolaborasi Mike Flanagan dengan Jeff Howard menghasilkan skrip yang bagus dalam horror thriller berjudul 'Oculus' yang dirilis beberapa tahun lalu. Kolaborasi kali ini ternyata juga menghasilkan cerita yang kuat. Dengan latar jadul yang pas, 'Ouija: Origin of Evil'. Kejadulannya justru menambahkan suasana mistik yang kuat sepanjang film ini.

Keberanian Flanagan dan Howard untuk terus menekan karakternya pada situasi yang sulit, terutama di akhir film, membuat film ini terasa lebih berani dibandingkan film-film horor sejenis. Film ini juga jadi jauh lebih punya nyali daripada film-film sejenis yang akhir-akhir ini marak beredar.

Flanagan kemudian menerjemahkan skrip tersebut dengan komitmen yang luar biasa. Dia melukis filmnya dengan visual yang menakjubkan. Setiap frame terasa magis. Kejadulan suasana tidak hanya terletak pada seni, kostum dan pencahayaan tapi juga detail-detail kecil seperti tanda melingkar di ujung layar sebelah kanan setiap beberapa puluh menit sekali. Hal tersebut membuat 'Ouija: Origin of Evil' terasa seperti film jadul beneran yang dirilis menggunakan seluloid.

Flanagan juga tak lupa untuk mengatur tensi. Film ini memang agak lambat di bagian awal, namun begitu dia menekan pedal gas, keseruan menjadi tidak terkira. Adegan-adegannya memang masih terasa generik, namun tetap efektif untuk membuat Anda berteriak ketakutan.

Namun, kesuksesan utama film ini terletak pada permainan aktornya. Elizabeth Reaser—pemeran ibu angkat Edward Cullen dalam 'Twilight Saga' mampu menampilkan peran yang diembannya dengan baik. Tapi, Annalisse Basso dan terutama Lulu Wilson-lah yang membuat 'Ouija: Origin of Evil' menjadi tontonan yang asyik. Permainan keduanya membuat film ini menjadi hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar